Mengenal Laporan KPPK

Tulisan ini ane sadur dari blog ini, karena menurut ane pembahasannya cukup bagus dan mudah dimengerti, selain dengan tujuan sebagai pembelajaran juga buat ane :D

Pelaporan KPPK merupakan kebijakan moneter yang diterbitkan oleh Bank Indonesia yang ditujukan untuk mitigasi risiko terhadap utang luar negeri (ULN) khususnya oleh korporasi non bank, padahal jumlah ULN swasta cenderung terus meningkat, bahkan saat ini telah melebihi jumlah ULN Pemerintah. Hasil kajian Bank Indonesia menunjukkan bahwa ULN swasta tersebut rentan terhadap sejumlah risiko, terutama risiko nilai tukar (currency risk), risiko likuditas (liquidity risk), dan risiko beban utang yang berlebihan (overleverage risk). Risiko nilai tukar cukup tinggi karena sebagian besar ULN swasta digunakan untuk membiayai kegiatan usaha berorientasi domestik yang menghasilkan pendapatan dalam Rupiah sedangkan pembayaran ULN dilakukan dalam valuta asing (valas). Kerentanan terhadap risiko nilai tukar semakin tinggi karena minimnya penggunaan instrumen lindung nilai (hedging) di kalangan korporasi nonbank yang memiliki ULN. Di samping itu, risiko likuiditas juga cukup tinggi karena jumlah dan pangsa ULN swasta berjangka pendek terus meningkat. 

Mempertimbangkan kondisi tersebut Bank Indonesia menerbitkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.16/21/PBI/2014 tentang Penerapan Prinsip Kehati-hatian dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi Non Bank yang kemudian direvisi dengan PBI No.18/4/PBI/2016 tanggal 22 April 2016 untuk memitigasi berbagai risiko yang ditimbulkan oleh ULN swasta, khususnya korporasi non bank, yang dalam beberapa tahun terakhir jumlahnya meningkat sangat pesat. Seluruh korporasi non bank yang memiliki ULN Valas, wajib mematuhi peraturan ini, namun demikian PBI ini tidak dimaksudkan untuk membatasi ULN tetapi lebih ke arah memperkuat manajemen risiko korporasi non bank dalam menghadapi berbagai ketidakpastian perekonomian global dan domestik ke depan. Prinsip kehati-hatian dalam peraturan ini mencakup pemenuhan Rasio Lindung Nilai minimum, Rasio Likuiditas minimum, dan minimum Peringkat Utang (Credit Rating). 

Dalam rangka memantau kepatuhan korporasi non bank terhadap penerapan prinsip kehatian-hatian dalam pengelolaan ULN, maka telah diterbitkan PBI No.16/22/PBI/2014 tentang Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa (LLD) dan Pelaporan Kegiatan Penerapan Prinsip Kehati-hatian (KPPK) dalam Pengelolaan ULN Korporasi Non Bank. Mungkin di dunia ini, hanya Bank Indonesia, selaku Bank Sentral yang turut mengatur korporasi non bank. Hal ini dilakukan sebagai salah satu cara untuk menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah. Kegiatan Penerapan Prinsip Kehati-hatian (KPPK) adalah kegiatan Korporasi Nonbank yang dilakukan dalam rangka melaksanakan kehati-hatian untuk memitigasi risiko nilai tukar, risiko likuiditas, dan risiko utang yang berlebihan (overleverage) terhadap utang luar negeri yang dimiliki.

Laporan KPPK dalam pengelolaan ULN Korporasi Non Bank, terdari dari:

a.Laporan KPPK, meliputi keterangan dan data mengenai aset valas dan kewajiban valas yang akan jatuh waktu sampai 3 (tiga) bulan dan/atau 6 (enam) bulan ke depan.

b.Laporan KPPK yang telah melalui Prosedur Atestasi, meliputi keterangan dan/atau informasi yang merupakan hasil penilaian oleh akuntan publik independen berdasarkan proses atestasi.

c.Informasi mengenai pemenuhan Peringkat Utang (Credit Rating), meliputi informasi peringkat utang, waktu pemeringkatan dan nama lembaga pemeringkat.

d.Laporan Keuangan, meliputi laporan keuangan triwulanan unaudited, laporan keuangan tahunan audited.

Aset Valas terdiri atas nilai posisi kas, giro, tabungan, deposito, piutang, persediaan, surat-surat berharga yang dapat diperdagangkan (marketable securities), serta tagihan yang berasal dari transaksi forward, swap, dan/atau option, namun tidak termasuk forward, swap, dan/atau option yang dilakukan di periode laporan Triwulan berjalan dalam rangka pemenuhan Rasio Lindung Nilai. Kewajiban Valas terdiri atas nilai seluruh kewajiban lancar dalam Valuta Asing kepada Penduduk maupun bukan Penduduk yang tercatat pada laporan posisi keuangan, serta nilai kewajiban yang berasal dari transaksi forward, swap, dan/atau option. Laporan KPPK dilaporkan dalam mata uang USD. Dalam hal Pelapor memiliki Aset Valuta Asing dan Kewajiban Valuta Asing dalam mata uang selain USD, Aset Valuta Asing dan Kewajiban Valuta Asing wajib ditranslasi ke dalam mata uang USD dengan menggunakan kurs tengah Bank Indonesia pada tanggal akhir Triwulan laporan. 

Pelapor KPPK wajib menyampaikan secara online Laporan KPPK, Laporan KPPK yang telah melalui Prosedur Atestasi, informasi mengenai pemenuhan Peringkat Utang (Credit Rating), dan Laporan Keuangan kepada Bank Indonesia secara lengkap, benar, dan tepat waktu. Pelapor KPPK harus menggunakan akuntan publik independen untuk melakukan penilaian berdasarkan Prosedur Atestasi, terhadap Laporan KPPK triwulan IV yang telah disampaikan sebelumnya oleh Pelapor KPPK kepada Bank Indonesia. Penyampaian Laporan KPPK yang telah melalui Prosedur Atestasi, dan Laporan Keuangan tahunan audited dilakukan paling lambat akhir bulan Juni setelah akhir tahun berjalan, dinyatakan terlambat bilamana disampaikan sampai dengan akhir bulan Juli, dan dinyatakan tidak menyampaikan laporan bilamana tidak disampaikan sampai dengan akhir bulan Juli setelah tahun berjalan.

Pelapor KPPK yang menyampaikan Laporan KPPK secara tidak lengkap dan/atau laporan dinyatakan tidak benar dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) untuk setiap Laporan KPPK yang tidak lengkap dan/atau tidak benar. Pelapor KPPK yang terlambat dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) untuk setiap hari keterlambatan dengan denda paling banyak sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah). Pelapor KPPK yang tidak menyampaikan Laporan KPPK beserta dokumen pendukung, Laporan KPPK yang telah melalui Prosedur Atestasi, serta Laporan Keuangan, dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan dapat dikenakan teguran tertulis dan/atau pemberitahuan kepada otoritas/instansi berwenang.

Pemahaman yang beredar di kalangan korporasi bahwasanya lebih baik membayar denda Rp10juta dari pada harus mengeluarkan dana lebih besar lagi untuk membayar jasa atestasi dari auditor independen, pemahaman tersebut tidak sepenuhnya tepat. Karena disamping sanksi administrasi berupa denda, pelapor KPPK yang tidak menyampaikan laporannya juga dapat dikenakan sanksi admnistrasi berupa teguran tertulis dan/atau pemberitahuan kepada otoritas/instansi berwenang. Selain itu, sanksi administrasi tersebut tidak menghilangkan kewajiban pelapor untuk tetap menyampaikan laporan.

Jadi bilamana anda termasuk korporasi yang memiliki kewajiban untuk menyampaikan laporan KPPK kepada Bank Indonesia, apakah anda akan tetap mengabaikan peraturan tersebut?

0 Response to "Mengenal Laporan KPPK"

Post a Comment

wdcfawqafwef