Assaalam,
Hola ganbro n sisbro semua, semoga selalu sehat dan dimudahkan rizkinya dan juga selalu menjadi pribadi yang selalu bersyukur atas nikmat Tuhan yang diberikan kepada kita semua. Siang ini gue mau bahas tentang qurban ya. Ini sih artikel perkenalannya aja, inshaAllah besok baru gue akan kupas tuntas tentang qurban ini, semoga ilmu kita semua semakin bertambah ya gan n sisbro semua.
Kadang gue pribadi masih suka bingung sebetulnya hukum berkurban itu apa sebenarnya, karena yang gue baca-baca sih ulama pun terdapat perbedaan pendapat, ada yang bilang hukumnya adalah wajib, dan ada pula yang bilang hukumnya adalah sunnah. Yap dibulan Dzulhijjah ini seperti yang kita tau, umat Islam merayakan satu lagi hari besarnya yaitu Idul Adha, dimana Idul Adha ini identik dengan bulannya haji dan juga puncaknya buat yang ga pergi berhaji kita rayakan dengan berbagi dengan yang lain dengan cara berkurban.
Berqurban berasal dari bahasa arab yang
berarti mendekatkan diri. Qurban sendiri berasal dari kata Qorroba-Yuqorribu-Qurbaanan.
Tentu mendekatkan diri dimaksudkan untuk hamba kepada sang Khaliq, sebuah cara
pendekatan diri, penghambaan, ketaatan dan kesyukuran. Coba perhatikan ayat dibawah ini :
“Maka dirikanlah sholat untuk Robbmu
dan berqurbanlah (untuk Robbmu).” (QS. Al-Kautsar: 2).
Kemudian dalam Surat Al-An’am ayat 62
Allah berfirman:
“Katakanlah:
Sesungguhnya sholatku, ibadah (qurban)ku, hidupku dan matiku hanyalah untuk
Allah, Robb semesta alam.”
Nah udah lihat ayat diatas kan gan n sisbro? Pada dasarnya, jika dilihat dari
penggunaan kata berqurbanlah yang termasuk dalam jenis kata perintah maka
kedudukannya menjadi sebuah kewajiban seperti halnya shalat dan shaum di bulan
Ramadhan. Namun sama halnya dengan ibadah haji, Allah Maha Mengetahui kadar
kemampuan setiap hamba-Nya. Berqurbanlah jika mampu.
Lebih
jelasnya mengenai hukum qurban ini ada dua pendapat, pendapat pertama
mewajibkan, inilah pendapat yang dianut oleh Imam Hanafi. Pendapat yang kedua
menyatakan bahwa hukum berqurban adalah sunnah muakkadah.
Tapi sebenarnya inti dari kedua pendapat ini adalah bahwa berqurban disyariatkan kepada orang yang mampu, berdasarkan hadits Rasulullah saw. Dari Abi Hurairah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda:
Tapi sebenarnya inti dari kedua pendapat ini adalah bahwa berqurban disyariatkan kepada orang yang mampu, berdasarkan hadits Rasulullah saw. Dari Abi Hurairah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda:
”Siapa yang memiliki kelapangan tapi
tidak menyembelih qurban, janganlah mendekati tempat shalat kami”. (HR.
Ahmad, Ibnu Majah dan Al-Hakim menshahihkannya).
Rasulullah menunjukkan
beliau melakukan dan mengamalkan amal berkurban. Bukhari meriwayatkan;
صحيح البخاري (17/ 267)
عَنْ أَنَسٍ قَالَ
ضَحَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ أَقْرَنَيْنِ ذَبَحَهُمَا
بِيَدِهِ وَسَمَّى وَكَبَّرَ وَوَضَعَ رِجْلَهُ عَلَى صِفَاحِهِمَا
dari Anas dia berkata; Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkurban dengan dua ekor domba yang warna putihnya lebih dominan di banding warna hitamnya, dan bertanduk, beliau menyembelih domba tersebut dengan tangan beliau sendiri sambil menyebut nama Allah dan bertakbir dan meletakkan kaki beliau di atas sisi leher domba tersebut.” (H.R.Bukhari)
Perbuatan Rasulullah sebagai
mana ucapan beliau dan sikap diam beliau adalah dalil Syara’. Ketika Rasulullah melakukan aktivitas berkurban, dan mencontohkan
pada umatnya, maka hal ini menguatkan dalil pertama bahwa berkurban adalah amal
yang didorong oleh Syariat dan digolongkan sebagai perbuatan yang Ma’ruf.
Rasulullah juga pernah memerintahkan seorang
Shahabat berkurban, misalanya dalam Hadis berikut ini;
صحيح البخاري (17/ 237)
عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ الْجُهَنِيِّ قَالَ
قَسَمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ
أَصْحَابِهِ ضَحَايَا فَصَارَتْ لِعُقْبَةَ جَذَعَةٌ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ
صَارَتْ لِي جَذَعَةٌ قَالَ ضَحِّ
بِهَا
dari ‘Uqbah bin ‘Amir Al Juhani dia berkata; Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah membagi-bagikan binatang kurban kepada para sahabatnya, sementara ‘Uqbah sendiri hanya mendapatkan Jadza’ah (kambing yang berusia enam bulan, atau berumur empat tahun ke atas, atau sapi berumur tiga tahun ke atas), maka kataku selanjutnya; “Wahai Rasulullah, aku hanya mendapatkan Jadza’ah?” beliau bersabda: “Berkurbanlah dengannya.” (H.R.Bukhari)
Adapun bagi kita yang belum mampu dan tidak mampu tidak disyariatkan dan tidak diwajibkan untuk berqurban, bahkan merekalah yang berhak
menerima daging qurban. Meskipun begitu, tidak ada larangan untuk orang yang
tidak mampu untuk menyembelih hewan qurban. Misalnya saja, seseorang yang tidak mampu
itu berusaha dengan cara menabung, menyisihkan sedikit penghasilannya untuk
berqurban maka ini jauh lebih baik. Seperti yang kita tahu memberi (bersedakah) jauh lebih baik nilainya ketika kita dalam keadaan kekurangan, daripada saat kita berlebih. Kalau sudah begini, apa kita yang bisa dibilang cukup mampu dalam hal rizki masih menolak untuk berkurban?
Fa-biayyi alaa'i Rabbi kuma tukadzdzi ban
0 Response to "Hukum Berkurban"
Post a Comment