Assalam,
Hola ganbro n sisbro semua dimanapun kalian berada, alhamdulilah kita bisa ketemu lagi nih disini. Semoga ganbro n sisbro semua diberikan nikmat sehat dan nikmat iman serta nikmat-nikmat lainnya yang ga mungkin kehitung.
Nah disiang ini mau bahas hal yang islami lagi nih hehe, yap semalem pasti banyak dimasjid-masjid disekitar rumah ganbro n sisbro yang ngadain acara nisfu sya'ban ini. Maka dari itu yuk kita bahas sedikit mengenai nisfu sya'ban ini, masa cuma ikut-ikutan aja tanpa tau apa sih sebenarnya nisfu sya'ban itu, oke deh tanpa panjang lebar karena mungkin bahasannya agak sedikit panjang hehe so cekidot ganbro n sisbro semua...
Nisfu Sya'ban sendiri adalah sebuah peringatan pada tanggal 15 bulan kedelapan dalam kalender islam yaitu bulan Sya'ban, hal ini juga dikenal sebagai Laylatul Bara’ah atau Laylatun
Nisfe min Sha’ban di dunia Arab. Nama-nama tadi jika diterjemahkan menjadi "malam pengampunan dosa", atau "malam berdoa" atau juga "malam pembebasan" dan seringkali diperingati dengan beribadah sepanjang malam. Lebih simple nya sih mungkin begini yah pengertiannya kalo menurut orangtua-orangtua kita, Nisfu Sya'ban adalah malah dipertengahan bulan Sya'ban dimana merupakan malam pengampunan dosa, dimana di malam ini buku amal kita ditutup dan dibuka dengan perhitungan amal yang baru, istilahnya sih tutup buku lah. Disunnahkan malam itu untuk memperbanyak ibadah
dan doa, sebagaimana di Tarim para Guru Guru mulia kita mengajarkan murid
muridnya untuk tidak tidur dimalam itu, memperbanyak Alqur’an doa, dll.
Nah yang jadi masalah disini adalah hukum dari Nisfu Sya'ban itu sendiri sebetulnya gimana sih, jangan sampai kita jadi bid'ah karena hanya ikut-ikutan saja masyarakat yang merayakannya. Yang jadi pertanyaan utama nya adalah apakah Nabi saw melakukan
ibadah-ibadah tertentu didalam malam nisfu sya’ban ? terdapat riwayat bahwa Rasulullah
saw banyak melakukan puasa didalam bulan sya’ban, seperti yang diriwayatkan
oleh Bukhori Muslim dari Aisyah berkata,”Tidaklah aku melihat Rasulullah saw
menyempurnakan puasa satu bulan kecuali bulan Ramadhan. Dan aku menyaksikan
bulan yang paling banyak beliau saw berpuasa (selain ramadhan, pen) adalah
sya’ban. Beliau saw berpuasa (selama) bulan sya’ban kecuali hanya sedikit (hari
saja yang beliau tidak berpuasa).”
Adapun shalat malam maka
sesungguhnya Rasulullah saw banyak melakukannya pada setiap bulan.
Shalat malamnya pada pertengahan bulan sama dengan shalat malamnya pada
malam-malam lainnya. Hal ini diperkuat oleh hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu
Majah didalam Sunannya dengan sanad yang lemah,”Apabila malam nisfu sya’ban
maka shalatlah di malam harinya dan berpuasalah di siang harinya.
Sesungguhnya Allah swt turun
hingga langit dunia pada saat tenggelam matahari dan mengatakan,”Ketahuilah
wahai orang yang memohon ampunan maka Aku telah mengampuninya. Ketahuilah wahai
orang yang meminta rezeki Aku berikan rezeki, ketahuilah wahai orang yang
sedang terkena musibah maka Aku selamatkan, ketahuilah ini ketahuilah itu
hingga terbit fajar.”
Konon Sayidina Ali bin Abi Tholib Karromalloohu
Wajhah meluangkan waktunya untuk ibadah pada 4 malam dalam setahun, yakni:
malam pertama bulan Rojab, malam 2 hari raya, dan malam Nishfu Sya’ban.
(Manhajus Sawiy dan Tadzkiirun Nas)
Diriwayatkan kapadaku bahwa Sahabat Nabi Usamah
bin Zaid.ra berkata kepada Nabi SAW, “Ya Rasulullah, aku belum pernah melihat
engkau berpuasa di bulan lain lebih banyak dari puasamu di bulan Sya’ban.”
Kata
Nabi, “Bulan itu sering dilupakan orang, karena diapit oleh bulan Rajab dan
Ramadhan, padahal pada bulan itu, diangkat amalan-amalan (dan dilaporkan)
kepada Tuhan Rabbil Alamin. Karenanya, aku ingin agar sewaktu amalanku dibawa
naik, aku sedang berpuasa.” (HR Ahmad dan Nasai – Sunah Abu Dawud).
Aisyah RA bercerita bahwa pada suatu malam dia
kehilangan Rasulullah SAW, ia keluar mencari dan akhirnya menemukan beliau di
pekuburan Baqi’, sedang menengadahkan wajahnya ke langit. Beliau berkata,
“Sesungguhnya Allah Azza Wajalla turun ke langit dunia pada malam Nishfu
Sya’ban dan mengampuni (dosa) yang banyaknya melebihi jumlah bulu domba Bani
Kalb.” (HR Turmudzi, Ahmad dan Ibnu Majah) .
Namun sesungguhnya malam nisfu Sya'ban ini menjadi perdebatan dikalangan para alim ulama tentang hukumnya, karena dizaman nabi tidak pernah ada perayaan nisfu sya'ban ini. Maka dari itu untuk orang orang yang kontra dengan perayaan Nisfu Sya'ban ini menganggap itu semua adalah bid'ah. Di
antara bid'ah yang biasa dilakukan oleh banyak orang ialah bid'ah mengadakan
upacara peringatan malam Nisfu Sya'ban dan mengkhususkan pada hari tersebut
dengan puasa tertentu. Padahal tidak ada satupun dalil yang dapat dijadikan
sandaran, ada hadist-hadits tentang fadhilah malam tersebut tetapi
hadits-hadits tersebut dlaif sehingga tidak dapat dijadikan landasan. Adapun
hadits-hadits yang berkenaan dengan keutamaan shalat pada hari itu adalah
maudhu'.
Dalam hal ini, banyak di antara para 'ulama yang menyebutkan tentang lemahnya hadits-hadits yang berkenaan dengan pengkhususan puasa dan fadhilah shalat pada hari Nisfu Sya'ban, selanjutnya akan kami sebutkan sebagian dari ucapan mereka. Pendapat para ahli Syam di antaranya Hafizh Ibnu Rajab dalam bukunya "Lathaiful Ma'arif" mengatakan bahwa perayaan malam Nisfu Sya'ban adalah bid'ah dan hadits-hadits yang menerangkan keutamaannya lemah. Hadits-hadits lemah bisa diamalkan dalam ibadah jika asalnya didukung oleh hadits-hadits shahih, sedangkan upacara perayaan malam Nisfu Sya'ban tidak ada dasar hadits yang shahih sehingga tidak bisa didukung dengan dalil hadits- hadits dhaif.
Ibnu Taimiyah telah menyebutkan kaidah ini dan kami akan menukil pendapat para ahli ilmu kepada sidang pembaca sehingga masalahnya menjadi jelas; para ulama' telah bersepakat bahwa merupakan suatu keharusan untuk mengembalikan segala apa yang diperselisihkan manusia kepada Kitab Allah (Al-Qur'an) dan Sunnan Rasul (Al-Hadits), apa saja yang telah digariskan hukumnya oleh keduanya atau salah satu daripadanya, maka wajib diikuti dan apa saja yang bertentangan dengan keduanya maka harus ditinggalkan, serta segala sesuatu amalan ibadah yang belum pernah disebutkan adalah bid'ah; tidak boleh dikerjakan apabila mengajak untuk mengerjakannya atau memujinya.
Allah berfirman dalam surat An-Nisaa':
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنكُمْ ۖ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
"Hai orang-orang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan Ulil Amri (pemimpin-pemimpin) di antara kamu, maka jika kamu berselisih pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (Sunnah) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya." [An-Nisaa'/4: 59]
وَمَا اخْتَلَفْتُمْ فِيهِ مِن شَيْءٍ فَحُكْمُهُ إِلَى اللَّهِ ۚ ذَٰلِكُمُ اللَّهُ رَبِّي عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيبُ
" Tentang sesuatu apapun kamu berselisih, maka keputusannya (terserah) kepada Allah (yang mempunyai sifat-sifat demikian) itulah Tuhanku. Kepada-Nyala aku bertawakkal dan kepada-Nyalah aku kembali." [Asy-Syuraa/42: 10]
Dalam hal ini, banyak di antara para 'ulama yang menyebutkan tentang lemahnya hadits-hadits yang berkenaan dengan pengkhususan puasa dan fadhilah shalat pada hari Nisfu Sya'ban, selanjutnya akan kami sebutkan sebagian dari ucapan mereka. Pendapat para ahli Syam di antaranya Hafizh Ibnu Rajab dalam bukunya "Lathaiful Ma'arif" mengatakan bahwa perayaan malam Nisfu Sya'ban adalah bid'ah dan hadits-hadits yang menerangkan keutamaannya lemah. Hadits-hadits lemah bisa diamalkan dalam ibadah jika asalnya didukung oleh hadits-hadits shahih, sedangkan upacara perayaan malam Nisfu Sya'ban tidak ada dasar hadits yang shahih sehingga tidak bisa didukung dengan dalil hadits- hadits dhaif.
Ibnu Taimiyah telah menyebutkan kaidah ini dan kami akan menukil pendapat para ahli ilmu kepada sidang pembaca sehingga masalahnya menjadi jelas; para ulama' telah bersepakat bahwa merupakan suatu keharusan untuk mengembalikan segala apa yang diperselisihkan manusia kepada Kitab Allah (Al-Qur'an) dan Sunnan Rasul (Al-Hadits), apa saja yang telah digariskan hukumnya oleh keduanya atau salah satu daripadanya, maka wajib diikuti dan apa saja yang bertentangan dengan keduanya maka harus ditinggalkan, serta segala sesuatu amalan ibadah yang belum pernah disebutkan adalah bid'ah; tidak boleh dikerjakan apabila mengajak untuk mengerjakannya atau memujinya.
Allah berfirman dalam surat An-Nisaa':
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنكُمْ ۖ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
"Hai orang-orang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan Ulil Amri (pemimpin-pemimpin) di antara kamu, maka jika kamu berselisih pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (Sunnah) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya." [An-Nisaa'/4: 59]
وَمَا اخْتَلَفْتُمْ فِيهِ مِن شَيْءٍ فَحُكْمُهُ إِلَى اللَّهِ ۚ ذَٰلِكُمُ اللَّهُ رَبِّي عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيبُ
" Tentang sesuatu apapun kamu berselisih, maka keputusannya (terserah) kepada Allah (yang mempunyai sifat-sifat demikian) itulah Tuhanku. Kepada-Nyala aku bertawakkal dan kepada-Nyalah aku kembali." [Asy-Syuraa/42: 10]
Dari
Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, ia berkata: Rasulullah pernah bersabda:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : « لَا تَخْتَصُّوا لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ بِقِيَامٍ مِنْ بَيْنِ اللَّيَالِي وَلَا تَخُصُّوا يَوْمَ الْجُمُعَةِ بِصِيَامٍ مِنْ بَيْنِ الْأَيَّامِ إِلَّا أَنْ يَكُونَ فِي صَوْمٍ يَصُومُهُ أَحَدُكُمْ
"Janganlah kamu sekalian mengkhususkan malam Jum'at daripada malam-malam lainnya dengan suatu shalat, dan janganlah kamu sekalian mengkhususkan siang hariny autk berpuasa daripada hari-hari lainnya, kecuali jika (sebelumnya) hari itu telah berpuasa seseorang di antara kamu." [Hadits Riwayat. Muslim]
Seandainya pengkhususan suatu malam dengan ibadah tertentu itu dibolehkan oleh Allah, maka bukanlah malam Jum'at itu lebih baik daripada malam-malam lainnya, karena pada hari itu adalah sebaik-baik hari yang disinari matahari? Hal ini berdasarkan hadits-hadits Rasulullah yang shahih.
Tatkala Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam melarang untuk mengkhususkan shalat pada malam hari itu daripada malam lainnya, hal itu menunjukkan bahwa pada malam lain pun lebih tidak boleh dikhususkan dengan ibadah tertentu, kecuali jika ada dalil shahih yang mengkhususkannya/menunjukkan atas kekhususannya. Menakala malam Lailatul Qadar dan malam-malam blan puasa itu disyariatkan supaya shalat dan bersungguh-sungguh dengan ibadah tertentu. Nabi mengingatkan dan menganjurkan kepada umatnya agar supaya melaksanakannya, beliau pun juga mengerjakannya. Sebagaimana disebutkan dalam hadits shahih dari Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wa sallam, bahwasanya beliau bersabda: "Barangsiapa berdiri (melakukan shalat) pada bulan Ramadhan dengan penuh rasa iman dan harapan (pahala), niscaya Allah akan mengampuni dosanya yang telah lewat. Dan barangsiapa berdiri (melakukan shalat) pada malam Lailatul Qadar dengan penuh rasa iman dan harapan (pahala), niscaya Allah akan mengampuni dosanya yang telah lewat." [Muttafaqun 'alaih]
Jika seandainya malam Nisfu Sya'ban, malam Jum'at pertama pada bulan Rajab, serta malam Isra' Mi'raj diperintahkan untuk dikhususkan dengan upacara atau ibadah tentang, pastilah Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wasallam menunjukkan kepada umatnya atau beliau menjalankannya sendiri. Jika memang hal itu pernah terjadi, niscaya telah disampaikan oleh para shahabat kepada kita; mereka tidak akan menyembunyikannya, karena mereka adalah sebaik-baik manusia dan yang paling banyak memberi nasehat setelah para nabi.
Dari pendapat-pendapat ulama' tadi ganbro n sisbro dapat menyimpulkan bahwasanya tidak ada ketentuan apapun dari Rasulullah ataupun dari para shahabat tentang keutamaan malam Nisfu Sya'ban dan malam Jum'at pertama pada bulan Rajab. Dari sini kita tahu bahwa memperingati perayaan kedua malam tersebut adalah bid'ah yang diada-adakan dalam Islam, begitu pula pengkhususan dengan ibadah tentang adalah bid'ah mungkar; sama halnya dengan malam 27 Rajab yang banyak diyakini orang sebagai malam Isra' dan Mi'raj, begitu juga tidak boleh dikhususkan dengan ibadah- ibadah tertentu selain tidak boleh dirayakan dengan ibadah-ibadah tertentu selain tidak boleh dirayakan dengan upacara-upacara ritual, berdasarkan dalil-dalil yang disebutkan tadi.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : « لَا تَخْتَصُّوا لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ بِقِيَامٍ مِنْ بَيْنِ اللَّيَالِي وَلَا تَخُصُّوا يَوْمَ الْجُمُعَةِ بِصِيَامٍ مِنْ بَيْنِ الْأَيَّامِ إِلَّا أَنْ يَكُونَ فِي صَوْمٍ يَصُومُهُ أَحَدُكُمْ
"Janganlah kamu sekalian mengkhususkan malam Jum'at daripada malam-malam lainnya dengan suatu shalat, dan janganlah kamu sekalian mengkhususkan siang hariny autk berpuasa daripada hari-hari lainnya, kecuali jika (sebelumnya) hari itu telah berpuasa seseorang di antara kamu." [Hadits Riwayat. Muslim]
Seandainya pengkhususan suatu malam dengan ibadah tertentu itu dibolehkan oleh Allah, maka bukanlah malam Jum'at itu lebih baik daripada malam-malam lainnya, karena pada hari itu adalah sebaik-baik hari yang disinari matahari? Hal ini berdasarkan hadits-hadits Rasulullah yang shahih.
Tatkala Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam melarang untuk mengkhususkan shalat pada malam hari itu daripada malam lainnya, hal itu menunjukkan bahwa pada malam lain pun lebih tidak boleh dikhususkan dengan ibadah tertentu, kecuali jika ada dalil shahih yang mengkhususkannya/menunjukkan atas kekhususannya. Menakala malam Lailatul Qadar dan malam-malam blan puasa itu disyariatkan supaya shalat dan bersungguh-sungguh dengan ibadah tertentu. Nabi mengingatkan dan menganjurkan kepada umatnya agar supaya melaksanakannya, beliau pun juga mengerjakannya. Sebagaimana disebutkan dalam hadits shahih dari Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wa sallam, bahwasanya beliau bersabda: "Barangsiapa berdiri (melakukan shalat) pada bulan Ramadhan dengan penuh rasa iman dan harapan (pahala), niscaya Allah akan mengampuni dosanya yang telah lewat. Dan barangsiapa berdiri (melakukan shalat) pada malam Lailatul Qadar dengan penuh rasa iman dan harapan (pahala), niscaya Allah akan mengampuni dosanya yang telah lewat." [Muttafaqun 'alaih]
Jika seandainya malam Nisfu Sya'ban, malam Jum'at pertama pada bulan Rajab, serta malam Isra' Mi'raj diperintahkan untuk dikhususkan dengan upacara atau ibadah tentang, pastilah Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wasallam menunjukkan kepada umatnya atau beliau menjalankannya sendiri. Jika memang hal itu pernah terjadi, niscaya telah disampaikan oleh para shahabat kepada kita; mereka tidak akan menyembunyikannya, karena mereka adalah sebaik-baik manusia dan yang paling banyak memberi nasehat setelah para nabi.
Dari pendapat-pendapat ulama' tadi ganbro n sisbro dapat menyimpulkan bahwasanya tidak ada ketentuan apapun dari Rasulullah ataupun dari para shahabat tentang keutamaan malam Nisfu Sya'ban dan malam Jum'at pertama pada bulan Rajab. Dari sini kita tahu bahwa memperingati perayaan kedua malam tersebut adalah bid'ah yang diada-adakan dalam Islam, begitu pula pengkhususan dengan ibadah tentang adalah bid'ah mungkar; sama halnya dengan malam 27 Rajab yang banyak diyakini orang sebagai malam Isra' dan Mi'raj, begitu juga tidak boleh dikhususkan dengan ibadah- ibadah tertentu selain tidak boleh dirayakan dengan ibadah-ibadah tertentu selain tidak boleh dirayakan dengan upacara-upacara ritual, berdasarkan dalil-dalil yang disebutkan tadi.
Namun gue pernah denger sebuah cerita yang terjadi di zaman rasulullah kurang lebih seperti ini.Sebagaimana Imam Masjid Quba yg selalu
menyertakan surat AL Ikhlas bila ia menjadi Imam, selalu ia membaca Al Ikhlas
di setiap rakaatnya setelah surat ALfatihah, ia membaca alfatihah, lalu al
ikhlas, baru surat lainnya, demikian setiap rakaat ia lakukan, dan demikian
pada setiap shalatnya, bukankah ini kebiasaan yg tak diajarkan oleh Rasul saw?,
bukankah ini menambah nambahi bacaan dalam shalat?
Maka makmumnya berdatangan pada Rasul saw seraya mengadukannya, maka Rasul saw memanggilnya dan bertanya mengapa ia berbuat demikian, dan orang itu menjawab Inniy Uhibbuhaa (aku mencintainya), yaitu ia mencintai surat Al Ikhlas, hingga selalu menggandengkan Al Ikhlas dg Alfatihah dalam setiap rakaat dalam shalatnya.
Apa jawaban Rasul saw?, apakah rasul saw berkata : “kenapa engkau buat syariah dan ajaran baru?, kenapa membuat ibadah baru?, apakah ibadah shalat yg kuajarkan belum sempurna???
Beliau tak mengatakan demikian, malah seraya berkata : Hubbuka iyyahaa adkhalakal Jannah (cintamu pada surat Al Ikhlas itulah yg akan membuatmu masuk sorga). hadits ini dua kali diriwayatkan dalam Shahih Bukhari. Dan shahih Bukhari adalah kitab hadits yg terkuat dari seluruh kitab hadits lainnya untuk dijadikan dalil.
Maka jelaslah Rasul saw tak melarang berupa ide ide baru yg datang dari iman, selama tidak merubah syariah yg telah ada, apalagi hal itu merupakan kebaikan, dan doa nisfu sya;ban adalah mulia, apa yg diminta?, panjang umur dalam taat pada Allah, diampuni dosa dosa, diwafatkan dalam husnul khatimah.
Maka makmumnya berdatangan pada Rasul saw seraya mengadukannya, maka Rasul saw memanggilnya dan bertanya mengapa ia berbuat demikian, dan orang itu menjawab Inniy Uhibbuhaa (aku mencintainya), yaitu ia mencintai surat Al Ikhlas, hingga selalu menggandengkan Al Ikhlas dg Alfatihah dalam setiap rakaat dalam shalatnya.
Apa jawaban Rasul saw?, apakah rasul saw berkata : “kenapa engkau buat syariah dan ajaran baru?, kenapa membuat ibadah baru?, apakah ibadah shalat yg kuajarkan belum sempurna???
Beliau tak mengatakan demikian, malah seraya berkata : Hubbuka iyyahaa adkhalakal Jannah (cintamu pada surat Al Ikhlas itulah yg akan membuatmu masuk sorga). hadits ini dua kali diriwayatkan dalam Shahih Bukhari. Dan shahih Bukhari adalah kitab hadits yg terkuat dari seluruh kitab hadits lainnya untuk dijadikan dalil.
Maka jelaslah Rasul saw tak melarang berupa ide ide baru yg datang dari iman, selama tidak merubah syariah yg telah ada, apalagi hal itu merupakan kebaikan, dan doa nisfu sya;ban adalah mulia, apa yg diminta?, panjang umur dalam taat pada Allah, diampuni dosa dosa, diwafatkan dalam husnul khatimah.
Yah masalah hukum ini sudah jadi perdebatan yang sangat lama oleh para alim ulama, dan mungkin tidak ada penyelesaiannya karena masing-masing ulama berangkat dengan ijtihad dan dalil masing-masing. Lepas dari keyakinan kita masing-masing yang merupakan hak kita untuk mengikutinya, namun hak kita dibatasi oleh adanya hak saudara kita dalam kebebasan berekspresi dalam ijtihad mereka, selama masih dalam koridor manhaj yang benar. Dari cerita yang imam Masjid Quba itu sih sebetulnya bisa jadi referensi kita, selama ga keluar dari ajaran Al-Quran dan Al-Hadist seharusnya jangan jadi permasalahan dan jadi penyebab perpecahan dan juga alangkah baiknya perbanyak sumber atau panautan kita dalam mempelajari atau mengkaji agama, jangan sampai hanya kepada 1 orang saja kita berguru, karena ahli agama pun tidak luput dari yang namanya khilaf dan kesalahan.
Last semoga bacaan ini menjadi ilmu buat kita semua, dan juga semoga kita semua dipertemukan kembali dengan ramadhan yang dirindukan setiap umat muslim :)
0 Response to "Mengenal Nisfu Sya'ban"
Post a Comment